Catatan Etja

April 16, 2007

Komentar tentang Post about Aborsi

Filed under: Medical, Opini — etja @ 3:55 pm

wah..ternyata postingan saya mendapat comment yang cukup menarik..berikut adalah comment dari dr.Marsal S Sp.OG—————————– Aborsi memang masalh yang komplit, melaksanakan aborsi(save abortion) secara moral si dokter nya akan bimbang, karena akan berdampak seperti memuluskan free sex, padahal niatnya adalah mencegah akibat buruk yang ditimbulkan oleh free sex. Secara moral melakukan aborsi walaupun pada saat usia kehamilan dini, dokternya tetap dapat dianggap sebagai “pembunuh” embrio. Bagi dokter yang berpegang teguh pada agama, akan berpikir 2 kali, benarkah kerja saya.Sebagai contoh, seorang dokter tidak bersedia memasang IUD, hal ini di sebabkan dia merasa salah satu fungsi IUD itu adalah mencegah nidasi, kalau dihubungkan dengan kehidupan itu dimulai setelah pembuahan, dalam hatinya berkata termasukkah ini dalam aborsi dini?Sebaliknya kalau kita tinjau dalam masyarakat, dengan semakin luasnya komunikasi, seperti media cetak, media elektronik, Bagi mereka yang hanya memandang secara dangkal free sex itu identik dengan dapat melakukan hubungan suami istri secara bebas tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan, terutama remaja yang sedang mencari identitas diri, mereka berkhayal mereka bermimpi alangka indahnya menjadi suami istri? tapi ini tidak mungkin mereka wujudkan karena mana rumahmu?mana uangmu?mana mobilmu?mana tabanasmu?…..tunda dulu.Tapi di satu sisi ada yang tidak memerlukan biaya atau katakanlah biaya ringan, hanya dengan sekuntum bunga dan kata kata indah dari hulu sampai ke hilir, pasangannya terpesona, pasangan nya mengagumi, pasangan nya menginginkan, mari kita coba..Saat itu mereka lupa bahwa kerjanya itu akan berisiko besar terhadap kesehatannya, pendidikan nya, pengaruh sosial, pikiran dan perasaan,harapan orang tua nya, dll..sekali dua kali mereka lolos dari bahaya, coba lagi dan coba lagi karena memang pada akhirnya jadi ketagihan, sampai pada suatu saat..”mas mas “M” ku terlambat”, dia akan menjawab, “benar…..?”.berlagak pintar dia mengomentari “ah,remaja putri biasa terlambat, kok heran? krn siklus haidnya belum teratur seperti dewasa, sering remaja putri siklus haidnya anovulatoir, sehingga timbul siklus haid yang lebih panjang yang dirasakan seperti terlambat haid”2 minggu kemudian kekasihnya SMS lagi”mas, aku mual muntah, rasanya badan ini seperti di awang awang” saat itu pasangannya akan kaget,”wah ini celaka”. Pikirannya jauh melayang, seandainya kekasihku minta dinikahi, mati aku….usia ku muda, pendidikan ku jauh dari rampung, biaya tak jelas, apalagi kalau orang tua ku tau, aku akan ditendang, mereka akan berkata”tiada maaf bagimu”…ondeh baa ko lai,kama den ka mangadu, saat remaja putra berpikir demikian remaja putri sudah sampai di hadapannya,,”bagaimana?yakin kah kamu saat ini hamil?dia menyapa dengan sehalus mungkin”.”aku rasa mas, ini memang sudah bukan main main lagi”singkat kata kawin tidak mungkin yang nampak dimata hanyalh aborsi mumpung kehamilan masih kecil..”apa yang kita lakukan mas?”tanya remaja putri,”kata kawanku,minum ragi,bir(pokoknya yang panas panas lari lari lompat lompat”,“ya ya, aku setuju” kata remaja putra“itu semua sudah kulakukan, tapi hasilnya masih nihil, teman teman ku mengatakan pergi berurut ke mbah ini atau ke dukun peraji, tapi ini perlu biaya,,dari mana kita dapat biaya. Kiriman dai orang tua pas pas an, minta tambah tidak mungkin”,,jalan keluar menipu orang tua dengan membuat proposal pembelian buku..kemudian kedua nya pergi ke dukun peraji, si mbah udah paham, apa yang harus ia lakukan“tolonglah mbah”harapnya..remaja putri masuk kamar,remaja putra menunggu dengan penuh tanda tanya. Sunyi senyap..tak lama terdengar lengkingan suara..arghhhhh…dia terkejut,,”kenapa???”“ou,,ndak papa, darahnya sudah mulai keluar”kata si mbah..sementara dia tenang karena kehamilannya sudah hilang, dia kembali duduk di luar. dia masuk lagi kedalam,,makin pucat,keringat dingin, sesak nafasapa ini bukan hypovolemik syok???dia bertanya dalam hati….“ndak apa apa nak”lama lama kita sudah tau ujungnya MORBIDITAS atau MORTALITAS..Siapa yang akan disalahkan?remaja putri?remaja putra?mbah dukun?media cetak?free sex?orang tua?kawan kawan??????????????????

4 Comments »

  1. aq selalu merinding kalo review proses kehamilan dan kelahiran (apalagi bagian kelahirannya..beuh.. nangis darah de pas baca darah dmana2..)

    tapi lebih terenyuh lagi pas baca aborsi. mana indo ma singapore ga beda jauh skarang.. 😦 mendingan singapur malah. blak2an. lha indo? ga ada angin ga ada hujan bunting.. swt..

    Comment by dina — April 17, 2007 @ 2:06 pm

  2. menurut aku, pandangan penolakan aborsi itu masih dalam diskursus dalam umat islam. karena di tunisia dan turki jugstru dilegalkan. BErikut ini tulisan yang relevan.

    http://dedepermana.blogspot.com/

    Aborsi Legal ala Tunis

    Pekan lalu, serombongan orang dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan kunjungan ke Tunis. Tujuannya, studi banding soal Keluarga Berencana (KB).

    Dalam hal program KB, Tunisia memang terhitung sukses, dan karena itu kerap jadi rujukan negara lain. Pada tahun 2003, laju pertumbuhan penduduknya hanya 1,09 persen. Tingkat kesejahteraan rakyat pun mudah digenjot, hingga dengan pendapatan per kapita sebesar $ 3000, Tunisia menempati posisi negeri termakmur ketiga di benua Afrika, setelah Afrika Selatan dan Libya.

    Saya sempat bertemu dan berdiskusi dengan beberapa anggota delegasi BKKBN itu. Baik saat pertemuan resmi di KBRI, saat berziarah ke Mesjid Agung Zaituna, atau juga saat mengantar kepulangan mereka di bandara.

    Dari sekian temuan baru seputar KB di Tunis, ada satu hal yang menarik, yakni kebolehan aborsi, yang bahkan menjadi salah satu instrumen penting dalam menekan laju pertumbuhan penduduk. Kenapa di Tunisia yang rakyatnya 99 persen muslim aborsi malah dibolehkan ? Apa dasar hukumnya ? Bagaimana sikap para ulamanya ? Tidakkah itu jadi ‘pembuka’ jalan pergaulan bebas ? Dan seterusnya…

    Dari Sekulerisme ke Feminisme
    Berbicara tentang aborsi di Tunisia, berarti berbicara soal gerakan feminisme di negeri bekas jajahan Perancis ini. Menelusuri asal usul kebolehan aborsi, harus dibaca dalam bingkai umum gerakan kebebasan wanita. Agar difahami secara proporsional.

    Adalah Habib Borguiba (1903-2000), presiden pertama Tunisia –memerintah selama rentang 1956-1987 – yang dinobatkan sebagai Tokoh Pembebas Perempuan Tunisia. Gerbang makamnya di Monastir – kota pesisir, 150 km selatan Tunis – bertuliskan kalimat ‘Borguiba Muharrir al Mar’ah at Tunisiyyah’.

    Kebijakan presiden berideologi sekuler ini memang dinilai banyak membela hak-hak perempuan. Meski sebagian kalangan menyebutnya feminisme yang kebablasan, karena terlalu jauh menyimpang dari ajaran agama.

    Diantara kebijakan terkenalnya adalah pengesahan Code of Personal Status Law (al Majallah al Ahwal as Syakhsiyyah – selanjutnya saya sebut MAS), sebuah undang-undang hukum keluarga yang dinilai membela perempuan, pada tanggal 13 Agustus 1956, atau lima bulan setelah Tunisia meraih kemerdekaan (20 Maret 1956).

    Untuk ukuran saat itu, MAS dianggap sebagai produk perundang-undangan yang paling progressiv di dunia. Sebagian kalangan malah menilainya menyimpang dari ajaran Islam. Lihat saja point-point utamanya ; larangan suami berpoligami, talak bukanlah hak mutlak suami (melainkan hanya boleh terjadi di depan hakim), pembatasan usia nikah (pria 20 tahun, wanita 17 tahun) serta larangan menikahkan gadis secara paksa (tanpa persetujuan sang gadis).

    MAS muncul di tengah tradisi muslim Tunisia yang memandang poligami sebagai hal biasa dan dibolehkan agama. Pernikahan di bawah umur, atau gadis yang dinikahkan secara paksa juga masih sering terjadi. Aktifitas kaum perempuan masih terbatas di dalam rumah. Program pembatasan kelahiran alias KB juga belum dikenal. Maka, MAS benar-benar mencengangkan publik Tunisia saat itu, bahkan sebagian kawasan di dunia Islam.

    Reaksi mengemuka, tetapi sang presiden pantang mundur. Ia malah gencar melakukan kampanye buka jilbab bagi para muslimah Tunis, serta melemparkan gagasan kesamaan hak waris antara pria-wanita. Konsep wanita bekerja dan Keluarga Berencana dipopulerkan. Pada tahun 1960, ia juga mengajak muslim Tunisia untuk tak berpuasa Ramadhan, demi peningkatan ethos kerja.

    Kecaman publik yang semakin dahsyat bin seru, tak dihiraukannya. Juga stempel kafir dari sejumlah ulama Arab, salah satunya Syekh Bin Baz, Mufti Saudi saat itu. Di Tunis sendiri, mufti negara Syekh Abdul ‘Aziz Ju’ait memilih mundur dari jabatannya. Kemudian, selama rentang 1960-1962, kursi mufti negara dibiarkan kosong, tak ada yang mengisi.

    Aborsi Untuk KB
    Pada tahun 1961, program KB resmi diberlakukan, setelah melewati perdebatan dan polemik yang panjang. Para ulama umumnya mengkritik soal kebiri dan aborsi yang dilegalkan dalam rangka pengaturan jarak kelahiran.

    Saya tidak punya informasi cukup tentang polemik panjang ini. Hanya saja, pro kontra ini nampaknya memang terus berlanjut, hingga akhirnya hilang ditelan masa. Seiring dengan diterimanya gagasan-gagasan sekulerisasi Borguiba yang penerapannya didukung oleh kekuatan struktural, aborsi saat ini telah menjadi sesuatu yang diterima oleh masyarakat muslim Tunisia.

    Tentu aborsi yang dimaksud adalah yang dilakukan sebelum kehamilan berusia 3 bulan. Jika dilakukan setelah itu, si pelaku dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya akan dikenai sanksi pidana yang berat. Karena sudah termasuk kategori pembunuhan.

    Usia 3 bulan jadi standar, karena merujuk pada ajaran agama. Ada hadis Nabi saw yang menjelaskan bahwa saat kandungan berusia 120 hari (empat bulan), ruh telah ditiupkan Tuhan kepada si jabang bayi. Maka ia sudah termasuk kategori hidup. Lalu, untuk hati-hati (ihtiyath), usia kehamilan yang menolerir aborsi dibatasi sampai 3 bulan, bukan 4 bulan.

    Di berbagai belahan dunia muslim saat ini, soal kebolehan aborsi di bawah usia kandungan 4 bulan masih jadi pro kontra. Antara boleh dan tidak. Tetapi jika aborsi dilakukan setelah usia kandungan 4 bulan, semuanya sepakat mengkategorikannya sebagai pembunuhan dan karena itu termasuk dosa besar.

    Aborsi Aman
    Kebolehan aborsi – di bawah usia kandungan 3 bulan – di Tunisia, dalam praktiknya, tak dibiarkan begitu saja tanpa kawalan pemerintah. Sebaliknya, pemerintah justru menyediakan sejumlah peraturan dan fasilitas pendukung agar semuanya berjalan aman.

    Semua Rumah Sakit memiliki dokter khusus aborsi plus perangkat medisnya. Wanita pelaku aborsi, harus membuat pernyataan bahwa itu dilakukan atas kesadaran sendiri serta izin dari suami. Sebaliknya, RS menjamin privasi pasien. Secara sosiologis, dibentuk opini publik bahwa aborsi tak usah dianggap sebagai sesuatu yang memalukan atau menakutkan.

    Seorang rekan Tunis yang belajar di Fakultas Kedokteran Universitas Tunis bertutur bahwa selama tahun 2005, RS Rabta menangani sekitar 1000 kasus aborsi. RS Rabta adalah RS milik kampus, lokasi praktikum para mahasiswa calon dokter. Ia juga bertutur, mulanya aborsi hanya bagi wanita bersuami, artinya memang benar-benar jadi instrumen program KB. “Tetapi belakangan ini, gadis-gadis pun banyak yang aborsi”, tutur sang rekan sambil tersenyum.

    Menurut sang rekan pula, tak ada cerita aborsi yang dilakukan oleh dukun beranak. Juga tak ada aborsi yang dilakukan setelah usai kandungan 4 bulan. “Dokter tak ada yang mau, karena itu dosa besar”, tuturnya.

    Dengan demikian, semua kelahiran di negeri ini, bisa dipastikan sebagai kelahiran yang benar-benar dikehendaki. Karena kehamilan yang tidak dikehendaki – karena satu dan lain hal – telah diantisipasi sejak dini, lewat mekanisme aborsi. Karena itulah, di Tunisia ini tak ada cerita seputar bayi-bayi merah yang dibuang di tong sampah, selokan atau kolong jalan tol, sebagaimana yang sering kita dengar di tanah air.

    Dari Feminisme ke Aborsi
    Ini hanya sekilas cerita soal aborsi di Tunisia. Keterbatasan data membuat tulisan ini sangat sederhana.

    Akan tetapi, saya bisa memastikan bahwa legalitas aborsi di negeri ini benar-benar terjadi karena berangkat dari bingkai umum feminisme dan sekulerisasi. Ia harus dibaca dalam konteks kecenderungan umum di Tunisia bahwa wanita yang telah berusia 20 tahun, dianggap bertanggung jawab total atas dirinya. Ia berhak melakukan apapun ; orang tua tak lagi berhak mengatur. Sebuah konsep yang sepertinya mustahil bisa diterima oleh masyarakat Arab yang muslim. Sebuah konsep yang hanya dianut oleh dua negara muslim yang melegalkan aborsi ; Turki dan Tunisia.

    Karena itu, dari beberapa pengamatan sementara, saya masih lebih setuju aborsi dilarang, seperti yang selama ini diterapkan oleh berbagai belahan dunia lain, termasuk Indonesia. Aborsi hanya terjadi, karena benar-benar darurat, demi keselamatan ibu, serta tentu, atas izin dokter.

    Jika merujuk ke konsep agama, dalam Islam ada prinsip sad adzara’i, yakni upaya menutup sebuah jalan kemunkaran, guna menghindari kemunkaran yang lebih luas. Sesuatu –meski hukum asalnya halal – bisa dinyatakan terlarang jika diyakini berpotensi membuka jalan kerusakan (mafsadat) secara luas.

    “Meski dilarang, dalam setahun saja ada 1,5 juta praktik aborsi di Indonesia”, tutur Pak Sugiri Syarif, Kepala BKKBN, dalam kesempatan dialog pekan lalu. Artinya, jika dilegalkan, tentu praktik itu akan jauh lebih banyak. Dari sisi lain, legalitas aborsi tentu akan semakin membuat leluasa para penganut pergaulan bebas. Seperti yang selama ini terjadi pada sebagian kalangan di Tunis ; muda-mudi bebas bergaul, selain karena pengawasan sosial yang memang sangat longgar dan serba permissif, juga nampaknya karena mereka tak perlu risih soal kehamilan yang tak diinginkan ; khan ada aborsi.. !

    * * *

    Tunisia – dan Turki – tentu memiliki sejumlah alasan dan konsep yang menjadi dasar legalitas aborsi ini. Baik alasan-alasan medis, sosiologis dan bahkan argumen teologis. Sesuatu yang selayaknya kita hormati. Apalagi secara teologis, aborsi dibawah 4 bulan memang merupakan persoalan ijtihadiyah, bahan pro kontra kalangan agamawan, sebagaimana saya sebutkan di atas. Ragam pendapat didalamnya, adalah hal yang wajar.

    Maka, dalam kasus-kasus yang ijtihadiyah itu, selayaknya pertimbangan kemaslahatan menjadi standar. Pilihan mana yang diyakini memiliki sisi kebaikan lebih luas (jalb al masalih), serta tingkat efektifitasnya dalam meredam keburukan (dar al mafasid), itu yang harus diambil. Barangkali konsep inilah yang dijadikan pertimbangan utama oleh para agamawan di Tunisia.
    Salam Manis dari Tunis.

    Tunis al Khadra, 24 April 2007

    Comment by papabonbon — May 5, 2007 @ 7:35 am

  3. thx atas komennya bang Arcon 🙂

    Comment by etja — May 18, 2007 @ 10:44 am

  4. wah…klo ada yg mau aborsi,mending anaknya di kasih aku aja biar aku yg rawat, kadang org gak tau klo itu berkah, aku dah lama nikah blom hamil2 sementara yg lain sibuk cari tempat aborsi, serius nih.keculi alasan medis, baru bisa di maklumin.

    Comment by emil — August 20, 2007 @ 11:55 am


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.